Manusia dalam al-Qur'an: al-insan, basyar, dan Bani Adama

 

 





Hakikat Manusia dalam al-Qur’an: al-Insan, Basyar, 

 dan Bani Adam
Oleh:  Mara Ongku Hsb, MH
hasibuanongku@gmail.com


Abstrak

    Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna diantara makhluk lainnya, sehingga manusia diberikan amanah oleh Allah Swt untuk menjadi pemimpin dimuka bumi (khalifat fi al-ardi) peran manusia terhadap bumi dan alam sekitar sangatlah urgen, manusia diberikan akal oleh Allah Swt untuk berpikir, membuat rancangan, menciptakan karya dan kreatifitas untuk perkembangan alam dan merawatnya, dengan begitu mulianya tugas manusia dia menjadi ditinggikan dibandingkan dengan makhluk lainnya bagaimanakah sebenarnya hakikat manusia dalam perspektif agama yang diteropong melalui al-Qur’an, Hadits, dan ajaran Islam yang lebih komprehensif. Istilah manusia terdapat tiga term yaitu, basyar, insan, dan bani Adam, yaitu mencerminkan karakteristik dan kesempurnaan penciptaan Allah Swt terhadap makhluk manusia, bukan saja sebagai makhluk biologis dan psikologis melainkan juga sebagai makhluk religius  makhluk sosial dan makhluk bermoral serta makhluk kultural yang semuanya mencerimnkan kelebihan dan keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk Tuhan lainnya.

Kata kunci: hakikat basyar, insān, Bani Adam
A.    Pendahuluan
1.    Kata Pengantar
         Bismillah alhamdulillah, tugas ini kami sajikan pertama puji syukur kepada Allah Swt yang setinggi-tingginya atas berkat rahmat dan hidayahnyalah tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik, kemudian shalawat salam kepada Nabi Muhammad Saw sang revolusioner keummatan dan kemanusiaan yang sangat meningiternasionalisme sehingga semua penjuru dunia mengakui fakta tersebut, sudah saatnya kita mengirimkan shlawat salam kepada Nabi kita. Artikel ini berjudul tentang hakikat manusia dalam al-Qur’an: al-insān, basyar, dan bani Adam akan mengulas tentang karakteristik manusia dari berbagai segi baik itu psikologis dan religius, bagaiman itu hakikat manusia dalam istilah insān, bagaimana hakikat manusia dalam istilah basyar, dan bagaimana hakikat manusia dalam istilah bani Adam.
2.    Latar Belakang
         Hakikat manusia sudah digambarkan Allah Swt dalam al-Qur’an sangat jelas dan lengkap yang disebut dalam istilah al-insān, basyar, dan bani Adam  ketiga-tiganya suatu runtutan yang berstruktur jika dilihat dari maknannya, kalau Insān juga diartikan dengan nasiya (lupa) maka lupa ada hubungannya dengan kesadaran diri oleh karena itu jika seseorang lupa terhadap kewajibannya maka dia terbebas dari dosa, sebab dia kehilangan kesadaran terhadap kewajibannya, artinya manusia tidak pernah luput dari salah dan lupa,  kemudian hakikat manusia tentang basyar manusia akan berketurunan yaitu mengalami proses reproduksi seksual dan senatiasa berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya. Dan dari kata al-Nas juga menunjukkan manusia sebagai makhluk hidup dan sosial, juga adanya kelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehdiupannya.
                kemudian manusia sebagai  basyar lebih menunjukkan kepada semua manusia memberikan arti adanya persamaan umum yang selalu menjadi ciri pokok, yaitu kenyataan lahiriyah yang menempati ruang dan waktu serta terikat oleh hukum alamiyahnya, bisa kita lihat manusia itu memilik bentuk badan yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama dari alam ini. Karena pertambahn usia tubuhnya menurun dan akhirnya juga meninggal. Manusia sebagai bani Adam, menurutu M Quraish Shihab mengutip A. Carrel menjelaskan kesulitan yang dihadapi manusia untuk menegtahui hakikat dirinya. Keterbaras manusia untuk mengetahui dirinya tersebut, antara lain disebabkan: pembahasan tentang manusia terlambat dilakukan karena manusia lebih dahulu menyelidiki alam materi. Nenek moyang manusia sangat disebabkan oleh perbuatan menundukkan atau menjinakkan alam sekitarnya seperti membuat senjata melawan binatang buas, penemuan api, pertanian, dan lain-lain. Ciri khas akal manusia yang lebih cenderung meikirkan hal-hal yang tidak kompleks.

B.    Pembahasan
1.    Hakikat manusia dalam istilah al-Basyar
Penamaan manusia juga disebut sebagai al-basyar hal ini jelas dalam al-Qur’an diantaranya sebagai firman Allah Swt dalam al-Qur’an surah  al-Rum[30]:20. Sebagai berikut:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ اِذَآ اَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُوْنَ
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Q.S. al-Rum[30]:20)
Makna ayat diatas adalah bahwa kita diciptakan oleh Allah Swt dari nenek moyang kalian yakni Nabi Adam a,s dari tanah (مِنْ تُراَبٍ) kemudian kalian tiba-tiba menjadi makhluk  berupa manusia yang terdiri dari darah dan daging yang berkembang biak dan tersebar dimuka bumi mencari sebagian dari karunia Allah Swt.  bahkan diceritakan penciptaan Nabi Adam a.s kepalanya dari tanah Ka’bah, dadanya dari tengah-tengah bumi, dan perutnya dari tanah Hindia dan dua tangannya daripada tanah Masyrik. Dan dua kakinya dari tanah Maghrib.dalam riwayat lain berkata Wahab bin Munabbah telah menjadikan Allah Ta’ala Nabi Adam a.s dari pada segala bumi yang tujuh, kepalanya dari bumi yang pertama, lehernya daripada bumi yang kedua, dadanya dari bumi yang ketiga, dua tangannya dari bumi yang keempat, belakang dan perutnya dari bumi yang kelima, pinggang dan pahanya dari bumi yang keenam dan dua bitisnya dari bumi yang ketujuh.
Hubungan ayat dengan  بشر (basyar) pada ayat diatas adalah manusia mengisyaratkan kepada makna potensi, kemampuan, dan gaya memahami, menangkap, mencerna dan mengetahui yang berbeda dari makhluk binatang. Sedangkan تبشرون berkembang biak dan tersebar mengisyaratkan kepada makna potensi dan daya dinamika, masing-masing dari keduanya dari tanah merupakan hal yang sangat menakjubkan.  Kemudian بشر ( basyar) juga diartikan kulit luar, karena manusia juga disebut basyar dilihat dari kulitnya yang lebih tampak daripada bulunya, ini berbeda dengan binatang yang mana kulit mereka dilapisi oleh bulu atau rambut dan lapisan kulit luar yang tebal.  Disinilah letak perbedaan antara manusia dengan hewan.
Itulah kekuasaan Allah Swt menuturkan bukti berupa penciptaan manusia dari tanah kemudian keberlangsungan eksistensi spesies manusia melalui jalur reproduksi dan berkembang biak. Kesempurnaan dan totalitas kuasa dan kemampuan-Nya untuk menciptakan, mewujudkan, dan meniadakan, adalah memulai penciptaan manusia dari permulaan. Setelah Allah menciptakan manusia pertama nabi Adam a.s manusia pun disuruh memakmurkan bumi, menempatinya, dan hidup menyebar disegenap penjuru bumi untuk berbagi tujuan yang beragam, seperti membangun kota-kota dan pemukiman, mengelola lahan-lahan pertanian, aktifitas perniagaan.
Jadi jelas bahwa manusia sebagai al-basyar adalah manusia diciptakan dari tanah berasal dari nenek moyang nabi Adam a.s sejak awal langsung berwujud manusia yang sempurna bukannya menciptakan manusia dalam wujud binatang seperti yang disampaikan oleh Charles Darwin manusia berasal dari kera. Setelah itu Allah Swt membekali manusia dengan potensi pemahaman, pengertian, ilmu pengetahuan, dan akal pikiran.  Kalau pada basyar ini manusia sebagai makhluk yang diciptakan kemudian berkembang biak, reproduksi, makan dan minum. Yang nantinya bertahap kepada proses pembangunan peradaban memakmurkan bumi dengan potensi ilmiah yang diterimanya.
2.    Hakikat manusia dalam istilah Insān
Setelah melewati manusia dalam istilah basyar sudah diungkap ke permukaan, manusia dalam istilah insān juga haru dibuka dijelaskan seluas-luasnya bagaimanakah hakikat manusia dalam term ini, secara etimologi  al-insān  dapat diartikan dengan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Menurut  Quraish Shihab manusia dalam al-Qur’an disebut dengan al-insān kata insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Kata al-insān juga digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani.  Insān juga diartikan lemah, lembut, maka ada orang yang namanya anis  artinya adalah orang yang ramah dan lemah lembut.
Nurcholish Madjid menyebut insān  dengan dimensi horizontal hidup manusia, habl min al-nās, semangat prikemanusiaan itu sendiri memancar dalam berbagai bentuk hubungan pergaulan sesama manusia yang penuh budi luhur.  Insān juga diartikan adanya kaitan dengan sikap, yang lahir dari adanya kesadaran penalaran, manusia itu pada dasarnya jinak, mampu menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada. Oleh karena itu manusia memiliki kemampuan adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik itu perubahan sosial maupun alamiah, menghargai tata aturan etika sebagai makhluk yang berbudaya , tidak liar baik secara sosial maupun alamiah.  Sehingga pada insān ini dia sebagai manusia sudah mulai melakukan tranformasi dengan alam sekitar dan lingkungannya .
Lebih jelasnya insān ini adalah bersosial, sudah bergaul dengan manusia yang lainnya berinteraksi yang lawannya pengasingan (النفور), dalam al-Qur’an surah al-furqān[25]:49, sebagai berikut:
وَّاَنَاسِيَّ كَثِيْرًا
Dan manusia yang banyak. (Q.S. al-furqān[25]:49)

Ayat berikutnya bahwa manusia itu insān sebagai makhluk yang ramah, toleran, sopan santun, dalam al-Qur’an surah al-Nūr [24]:27, sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَهْلِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (Q.S. al-Nūr [24]:27)
 
Adanya ditemukan dalam ayat diatas keramahan adalah karakteristik manusia sebagai insān, ada yang berpendapat bahwa manusia dinamakan dengan insān, karena ia diciptakan dengan karakter yang tidak bisa utuh kecuali apabila bergaul dengan sesamanya, oleh karenanya ada orang yang mengatakan bahwa manusia secara tabiat merupakan makhluk sosial. Dimana ia tidak bisa berdiri kecuali ada orang lain.  Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Aristoteles yang dikutip oleh Miriam Budiardjo bahwa manusia itu adalah makhluk sosial (zoon politicon), tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lainnya karena manusia yang hidup sendiri adalah dewa.  
3.    Hakikat manusia dalam istilah Bani Adam
Selain manusia itu sebagai Basyar, dan Insān manusia juga disebut Bani Adam yang berarti keturunan Nabi Adam a.s zurriyyat nya Nabi Adam a.s. ditemukan dalam al-Qur’an sebanyak 7 tempat(7: 26, 27, 31, 35, 172 / 17:70 / 36:60.).  diantaranya  surat al-A’raf [7]:26. Sebagai berikut:
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْءٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. (Q.S. al-A’raf [7]:26).
Adam adalah bapak umat manusia ada yang berpendapat bahwa ia dinamakan Adam karena jasadnya terbuat dari kulit bumi, ada yang berpendapat bahwa warna kulitnya coklat.  Maka yang dimaksud Bani Adam disini berarti keturunan Nabi Adam yang dilahirkan, menurut Quraish Shihab ayat ini adalah peringatan dan tuntunan kepada anak keturunan Adam a.s yang dimulai ayat  yābanī ādama ( hai anak-anak Adam), menginformasikan tentang kehidupan, kematian, dan kebangkitan seluruh manusia, sehingga ayat ini termasuk yang disampaikan oleh Allah Swt melalui nabi Adam a.s kepada anak cucunya pada masa awal kehidupan mereka dipermukaan bumi ini. Kemudian tentang penyampain Ilahi tentang nikmat-Nya. Antara lain ketersediaan pakain dan peringatan agar tidak terjerumus dalam rayuan setan serta perintah-Nya untuk berhias ketika beribadah kepada Allah Swt.  
Manusia sebagai Bani Adam disini mendapatkan nikmat yang diberikan oleh Allah Swt baik nikmat harta dan lain sebagainya yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, maka pemberian tersebut kita harus waspada dengan banyaknya godaan iman apalagi disaat sekarang ini, apabila tidak mampu menggunakannya bisa saja terjerumus kedalam perangkap syaitan, dalam ayat diatas memberi informasi kepada anak, cucu keturunan Adam as. Selain diberikan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah serta kekurangan-kekurangan batiniah yang dapat kamu gunakan sehari-hari, juga ada yang lebih istimewa lagi yang dianugerahkan kepada kamu yaitu pakaian taqwa, itulah pakaian yang terpenting dan yang lebih baik, yang demikian itu penyiapan aneka bahan bapakian adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.   manusia seluruhnya diingatkan tentang nikmat itu untuk mengingat bahwa itu adalah warisan dari Adam as, dan ini akan lebih mendorong mereka untuk bersyukur. Kata libās dala ayat diatas tadi adalah segala sesuatu yang dipakai baik penutup badan, kepala, atau yang dipakai dijari dan lengan seperti cincin dan gelang. Maka dapat dipahami pakaian disini sebagai penutup bagian tubuh yang dinilai oleh agama atau dinilai oleh seseorang atau masyarakat, kemudian juga pakaian disini sebagai hiasan yang menambah keindahan pemakainya. Ini semua tentu yang diwariskan kepada anak, cucu adam agar tunduk terhadap aturan-aturan agama menjadi manusia rohani sebagaiman libās al-taqwa (pakain taqwa) disini mengisyaratkan pakaian ruhani, Rasulullah Saw melukiskan iman sebagai sesuatu yang tidak berbusana, dan pakaiannya adalah taqwa.  
C.    Penutup
Setelah pemaparan diatas disimpulkan bahwa al-basyar, al-insān, dan Bani Adam adalah sebagai sebutan manusia memiliki arti yang berbeda, kalau basyar manusia mengisyaratkan kepada makna potensi, kemampuan, dan gaya memahami, menangkap, mencerna dan mengetahui yang berbeda dari makhluk binatang. Sedangkan تبشرون berkembang biak dan tersebar mengisyaratkan kepada makna potensi dan daya dinamika, masing-masing dari keduanya dari tanah merupakan hal yang sangat menakjubkan. Sedangkan insān yaitu manusia sudah masuk dalam ranah kehidupan sosial, ramah, santun,  ingin hidup bersama bukan hanya ingin memenuhi sekedar kebutuhan makan, minum dan lain sebagainya. Sedangkan manusia disebut sebagai Ban Adam  manusia merupakan keturunan Adam yang harus tunduk pada aturan agama, mensyukur nikmat, namun dibalik nikmat itu harus juga waspada agar tidak terperangkap dalam lingkaran syaitan menghilangkan sifat kerserakahan dunia namun harus meraih taqwa.








DAFTAR PUSTAKA

Al-Raghib al-Ashfahani, al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur’an, Alih Bahasa oleh Ahmad Zaini Dahlan (Depok : Khazanah Fawa’id, 2017)

Iskandar dan Najmuddin, Pendidikan Humanistik dalam al-Qur’an kata Insan, Basyar dan Bani Adam dalam jurnal Lentera, Vol 14 No.2 Maret 2014

Imam Abd al-Rahīm,  Daqāiq al-Ikhbār fī zikr al-Jannat wa al-Nār (Semarang: Karya Toha Putra, tt)

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008),

Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li alfâzh al-Qur’ân al-Karim, (Beirut : Dar Al-Fikr, 1987)

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah  volume  5  (Jakarta : Lentera Hati, 2005),

Nurchlish Madjid, karya lengkap Nurcholish Madjid, keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan (Jakarta: NCMS, 2019),
Santoso Irfan,  konsepsi al-Qur’an tentang manusia dalam jurnal Hunafa, Vol. 4, No.3 : 291-304

Wahbah al-Zuhaily, Tafsir al-Munīr alih bahasa oleh Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2011







 



Posting Komentar

0 Komentar