Aktifitas beragama Pedesaan Masa Kini

  

Foto di alun alun Rambin ke Huristak
Segarnya udara pagi, sudah tidak asing bagi semua kita karena hampir semua berasal dari kampung yang notabenenya mencicipi kenikmatan hidup dipedesaan, makanan seenak apa pun, semahal apa pun, seindah apa pun tempat pelayanannya aroma ciri khas makanan dipedesaan saat ini masih kita akui belum mampu menandingi nikmatnya kuliner dipedesaan.

Apalagi masakan ibunda kita pasti setiap lidah kita tidak bisa membohongi rasa tersebut, senada dengan apa yang disampaikan oleh iklan salah satu kecap manis ternama di Indonesia sebut saja kecap Bango kemanisannya lidah tidak bisa berbohong.

Hal inilah salah satu entri yang tidak bisa dilupakan oleh setiap kita ketika aktifitas hidup kita sekarang tidak tinggal dipedesaan, apakah perasaan kita sama sahabat? 

Ternyata bukan hanya hal makanan yang tidak bisa kita lupakan dan soroti dalam setiap langkah kita, kehidupan agama juga tidak kalah pentingnya kita ingat sejauh apa pun langkah kita hari ini semenjak kita melangkahlan kaki berangkat dari kampung pesan heroik yang disampaikan oleh ibu dan ayah kita adalah agama "jangan tinggalkan shalat ya nak" Saya yakin dan percaya kalimat tersebut pasti semua kita mendengarnya sampai saat ini pun jika kita ingin berbuat hal-hal yang negatif pesan yang sudah bertahun-tahun tersebut atau bahkan berpuluh-puluh tahun bagi seseorang tersebut akan menghampiri kita sehingga muncul lagi hal yang positif pesan ibunda kita tersebut mampu mengimbangi (balanced) segala aktititas kehidupan kita. Merinding bulu roma mengingat, dan mengulang cerita waktu itu.

Berangkat dari pesan singkat diatas membuktikan kehidupan beragama disetiap insān sudah terbangun dengan baik atas pesan agama tersebut, hingga kini aktifitas agama tetap dipraktekkan seketika kita melihat, pulang kekampung kita, shalat lima waktu, wirid pengajian, namun aktifitas ini kita lihat dengan kegiatan praktek keagamaan di kota mulai ada perbandingan (muqāranah) yang kita lihat kita memberi argumentasi, kritikal persuasif, bisa saja hanya untuk renungan personal harapannya akan menjadi concern, kalau dikota agama telah menjadi bagian dari langkahnya mengejar arti hidup bekal dunia wa al akhirat, sehingga sering orang sebagian hartanya atau bahkan setengah untuk kepentingan kehidupan beragama.

Shalat berjamaah hampir memenuhi masjid-masjid, pengajian-pengajian hampir ada disetiap shalat fardhu baik itu qabla maupun ba'da. Berinfak juga hampir sama dimasukkan kekotak infak masjid sehingga sekali dibuka kotak infak mampu mendobrak pembangunan masjid yang relevan baik pembangunan fisik maupun non fisik(sumber daya jamaahnya). 

Melihat ini sangat baik dan nilainya juga sangat puas terhadap penilaian masyarakat, sehingga aktifitas seperti ini perlu dibawa dan dibudayakan dipedesaan baik yang ditengah maupun dipinggiran (pariperal), kondisi kehidupan agama saat ini dipedesaan gerakan membangun kejamaahannya masih minim disebagian pedesaan dimana shalat zuhur hanya sendiri (munfarid) dilakukan oleh seorang malim kampung (istilah ini biasa dipakai di Sumatera Utara) beliaulah sebagai terdepan masalah keagamaan ditengah masyarakat, memimpin do'a diacara-acara kenduri dan kegiatan masyarakat lainnya, sampai kepada persoalan fardhu kifayah.

Banyak yang berargumen dipedesaankan masyarakatnya hidup bertani mereka disawah, ladang, melaksanakan shalat zuhurnya maupun asar, mereka shalat diatas daun sawit, diatas tikar hanya seadanya saja dipondok-pondok yang mereka bangun, Junaidi Lubis menyebutnya  mereka shalat dapat lebih khusuk karena sambil merenungi penciptaan alam (ayat-ayat kauniah). Ada yang merasakan seperti itu bagus, namun ada juga yang tidak merasa nyaman dan shalatnya tidak khusuk karena mungkin peralatan shalat yang dipakai tidak begitu memadai katakanlah seperti pakaian atau sajadahnya mungkin.

Efek dari aktifitas kegiatan masyarakat dipedesaan kegiatan keagamaan mulai terabaikan masjid-masjid sepi ketika masuk waktu shalat, kedai-kedai kopi ramai, pesta walimah diramaikan remajanya sering bertengkar diatas panggung hiburan dari pesta itu yang pada awalnya mereka mengaku mengatasnamakan naposo nauli bulung atau remaja muda-mudinya tapi terlihat sikapnya tidak menampilkan sebagai naposo nauli bulung yang santun sebagai barisan depan kaum tua didalam sebuah pedesaan. Apalagi masalah praktek keagamaan masjid hari ini sudah mulai ditinggalkan remaja masjid mereka mengalihkan jati diri remaja kepada pemuda ala-ala Kebarat-baratan atau sekarang yang populer ke korea-koreaan mereka lebih dominan dan fans kepada mereka mengidolakan setinggi-tingginya tapi orang tua mereka lebih dikesampingkan apalagi mengidolakan Nabi Muhammad Saw fans lah kepada Nabi kita agar sifatnya dapat tertransformasi kepada remaja naposo nauli bulung, bagaimana aktifitas Nabi dimasa remaja nya perlu dicontoh oleh anak muda naposo nauli bulung kini, supaya kegiatan keagamaan lebih spektakuler dan dilihat oleh orang tua, pemerintah setempat sebagai kegiatan yang positif yang membangun bangsa lewat naposo nauli Bulung, harapannya naposo nauli bulung kedepan tidak lagi ditemukan disetiap pribadinya perilaku yang tidak baik seperti positif terkonfirmasi pemakai narkoba sangat tabu bagi masyarakat pedesaan tidakkah dahulunya banyak orang sukses berawal dari pedesaan karena binaan moral yang sangat signifikan, presiden sebagai orang nomor satu di negara ini berasal dari pedesaan sangat miris melihat anak desa ketika moralnya sudah obrak abrik tidak lagi lurus tapi sudah terkontaminasi dengan barang-barang haram seperti sabu, narkoba dan lainnya yang dapat merusak akhlak naposo nauli bulung tersebut.

Itulah yang kita saksikan sampai hari ini, kedepan harapannya semakin membaik bermunculan tokoh-tokoh dan peradaban baru dipedesaan yang sangat positif, kita tidak mau lagi duduk mereka lebih lama di kedai dari pada di masjid, Kebiasaan yang tidak baik istri-istri mereka biarkan banting setir sendiri sebagai mesin pencari nafkah ekonomi rumah tangganya, sementara suami santai dan istirahat dikedai-kedai pedesaan tersebut, harus kita talak tiga adat budaya kebiasaan negatif tersebut, bayangkan jika budaya ini sudah terealisasi kehidupan beragama secara tidak sadar telah terbangun dengan baik apalagi pembangunan moralnya yang sangat mahal sulit untuk meraihnya ketika sudah digenggam keharmonisan warga pun tercipta hidup bergotong royong, saling tolong menolong secara individu dan sosial interaksi masyarakat tentu sangat elegan. 

Masyarakat pedesaan baik itu kaum muda, maupun natobang upaya aktifitas beragama pedesaan masa kini perlu dimuat lagi untuk melihat potret bagaimana situasi keberagamaan dimasa lampau hidup dipedesaan sangat sejuk dan toleran adanya karisma-karisma yang berjasa dari alim ulama doa-doa mereka dengan mudah terkabul karena aktifitas agama yang digeluti sangat terjaga kesuciannya, tidak mencampurkan dengan hal-hal yang tidak jelas kehalalan maupun keharamannya (syubhat), prinsip kehatia-hatian (al-ihtiyāt) sangat dipertimbangkan dalam melaksanakan aktifitas keagamaan, peran alim ulama atau malim kampung disini sangatlah inten dan urgen sebagai sopir hidup beragama dipedesaan, mereka mencerdaskan anak-anak desa dengan membasmi buta huruf baca al-Qur'an hingga jebolannya banyak yang sukses menjadi qari, menjadi pejabat negara dan lain sebagainya barangkali ini adalah manifestasi dari keikhlasan dan ketulusan Malim kampung mentransformasikan ilmu al-Qur'an dan hidup beragama.

Misalnya dulu peran malim kampung bila ada yang hendak melangsungkan walimah perkawinan biasanya hanya dengan acara pambacaan (pengajian) ketika ada warga masyarakat yang hendak menikah, bahkan sampai sekarang masih ada yang menerapkannya disebagian pedesaan, sangat ikhtilāf sekali dengan acara walimahan masa kini hadirnya orgen kepentas, panggung hiburan menjadi kurang efektif karena sebagian masyarakat akan naik panggung berhura-hura kadang lupa siapa didepannya sedang melihatnya dipanggung tersebut, kaum sisolkot ada semua disitu bahkan nantulangnya (ibu mertua) pun ada disitu, rasa malu hilang seketika karena derasnya godaan musik orgen yang menarik urat-urat tubuhnya untuk menggerakan badannya bergoyang bergembira ria karena sudah disertai dengan minum cuka (tuak) seketika membawanya tak sadar hingga keluarlah ekspresi memukaunya didepan orang banyak (publik). 

Kedepannya rasa malu harus kita tingkatkan lagi, jangan sampai kendor karena malu bagian dari iman tentu kehidupan beragama kita akan lebih baik bila kita teropong bagaimana dulu peran tokoh masyarakat malim kampung mempertahankan kedaulatan desa kita dari gelombang pertikaian antara warga katakanlah mungkin masalah perbatasan kampung pedesaan, hal yang rumit untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kini kita harus melestarikan rekam jejak,  jasa-jasa para tokoh masyarakat, malim kampung dulu agar kehidupan bermasyarakat, kehidupan beragama berjalan dengan baik budaya dahulu sangat relevan dengan masa kini meskipun kita ditengah era millenial, moral para masyarakat dahulu tidak ada salahnya kita praktekkan kembali supaya mewarisi kepada generasi kita berikutnya, semoga. 


Penulis: Mara Ongku Hsb, MH

(founder dan penulis kemasyarakaran)



 


Posting Komentar

0 Komentar